
PENGARUH PERSEPSI LABEL PERINGATAN KESEHATAN PADA KEMASAN ROKOK TERHADAP PERILAKU MEROKOK
Sumrahadi1, Suginarti2, Indra Supradewi23
1. Akademi Keperawatan Keris Husada, Jakarta, Indonesia
2, 3. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA
e-mail: ideycall@yahoo.com
Abstrak
Label peringatan bentuk tulisan maupun bergambar pada bungkus rokok sebagai bentuk kampanye anti rokok. Akan tetapi walaupun telah dilakukan upaya tersebut masih banyak ditemukan perilaku merokok di lingkungan sekitar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi label peringatan kesehatan bergambar (Pictorial Health Warning) pada kemasan oleh perokok dewasa yang mengkonsumsi tembakau (rokok) di Wilayah Jakarta Selatan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer melalui teknik observasi, wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi peraturan dan kebijakan tentang produk rokok. Pengumpulan data dilakukan pada orang dewasa yang merokok dan mantan perokok sebagai informan kunci yang berada di tempat-tempat umum, seperti tempat makan, tempat hiburan dan area kampus di wilayah Jakarta Selatan, sedangkan sebagai informan inti yaitu Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam menjawab pertanyaan penelitian digunakan pendekatan teori Health Belief Model atau Model Keyakinan terhadap persepsi label peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) pada kemasan rokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi informan terhadap pesan bergambar dirasakan mengerikan tetapi tidak cukup untuk menurunkan kemampuan dalam mengambil tindakan untuk berhenti merokok. Beberapa partisipan dari mereka yang mengurangi konsumsi rokok setelah melihat pesan bergambar tersebut. Penelitian ini menunjukkan bahwa pesan peringatan kesehatan bergambar yang dicantumkan pada kemasan rokok belum sepenuhnya berhasil memberikan keyakinan perokok dalam mengambil keputusan untuk mengurangi konsumsi rokok. Rekomendasi yang dapat diterapkan selain penerapan label peringatan dan gambar adalah dengan mendirikan layanan kesehatan konseling bagi perokok, mengganti label bergambar secara berkala dan menampilkan secara nyata seseorang yang mengalami gangguan kesehatan akibat rokok melalui media elektronik seperti billboard led display.
Kata Kunci : Label Peringatan, Persepsi Perokok, Perilaku Merokok
Abstract
The government put warning labels in both written and pictorial health warning on cigarette packs as a form of anti-smoking campaign. The method used is descriptive qualitative approach of collecting primary data through observation and in-depth interviews, and documentation rules, policies on tobacco products, while the secondary data were obtained from the documentation of rules and policies on tobacco products. This Research conducted in adults who smoked and former smokers as key informants who are in public places, such as dining, entertainment venues and campuses in South Jakarta, while an informant core is the Ministry of Health of Indonesia Center for Health Promotion and Supervisory Board Food and Drugs (BPOM). In answering the research questions, researchers used the approach of theoretical Health Belief Model to the perception of pictorial health warning labels on cigarette packs. The results of the research showed, the informant perception is not enough sufficient to reduce their ability to take action for stop smoking. Only a few of smoker reduce their habit of smoking after viewing the picture message. This research shows that pictorial health warning messages on cigarette packs listed have not fully succeeded in convincing smokers in the decision to reduce tobacco consumption. It is recommended that other strategies, such as setting up health counseling services for smokers, change the label pictorial periodically and displays a real person who experienced health problems caused by smoking through electronic media such as billboards led display.
Keywords: Pictorial Health Warning, Perception Smoker, Smoking Behavior
Pendahuluan
Indonesia termasuk negara tempat produksi produk tembakau terbesar keenam di dunia dan penghasil daun tembakau terbesar ke-13 dunia. Penyerapan tenaga kerja dari sektor tersebut mencapai lebih dari enam juta jiwa (Herlinda, 2014). Rokok merupakan penyumbang devisa terbesar negara ini, menjadi dilema tentunya bagi Indonesia untuk mengurangi produksi rokok sedangkan bagi kesehatan tidak kalah besar dampak yang ditimbulkan.
Tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya merokok masih sangat rendah, hampir semua perokok pernah membaca peringatan kesehatan pada bungkus rokok dan menyadari bahaya kesehatan yang ditimbulkan, akan tetapi terlalu banyak alasan yang mendasari para pecandu rokok untuk tetap melakukan kebiasaan tersebut karena memang dampak kesehatan yang ditimbulkan dari rokok tidak serta merta langsung terlihat namun memerlukan waktu yang cukup lama sehingga mereka memutuskan untuk tidak menghentikan kebiasaan tersebut.
Kampanye anti-rokok yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan pesan peringatan dalam bentuk teks belum efektif. Mereka menganggap tidak percaya karena belum terbukti, selebihnya tidak termotivasi, tidak peduli, tulisan terlalu kecil dan tidak terbaca, hal ini menunjukkan bahawa pesan yang disampaikan belum mampu menyadarkan masyarakat akan pentingnya menghentikan kebiasaan merokok yang berdampak pada kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Peringatan pesan yang ada pada iklan rokok yang merupakan kebijakan pemerintah Indonesia yang terbaru dalam hal pengendalian tembakau dan telah beredar di media massa sejak awal Januari 2014, merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif yang ditujukan kepada khalayak (Fatmawati, 2014).
Lebih dari 90% masyarakat pernah membaca peringatan kesehatan berbentuk tulisan di bungkus rokok, hampir separuhnya tidak percaya dan 26% tidak termotivasi untuk behenti merokok. Studi di berbagai negara membuktikan peringatan tertulis yang disertai gambar lebih efektif daripada hanya berbentuk tulisan saja. Oleh karena itu pesan kesehatan pada kemasan rokok wajib dicantumkan dalam bentuk gambar dan tulisan untuk meningkatkan kesadaran perokok dan bukan perokok akan bahaya merokok bagi kesehatan (Badan POM RI. 2013).
Peringatan kesehatan bergambar memberikan ancaman yang lebih besar daripada peringatan kesehatan dalam bentuk teks tertulis saja, individu semakin merasa takut dan lebih memperhatikan pesan. Namun faktanya di wilayah DKI Jakarta khususnya wilayah Jakarta Selatan masih banyak ditemukan perilaku merokok, tanpa rasa takut mereka tetap mengkonsumsi rokok meskipun telah banyak peraturan dan kebijakan dalam bentuk larangan merokok ditempat-tempat umum serta informasi peringatan bahaya merokok baik secara tertulis maupun pencantuman gambar dampak konsumsi rokok.
Program edukasi yang dilakukan oleh pemerintah kian meningkat, mulai dari pesan peringatan bahaya rokok dalam bentuk teks sampai dengan pencantuman peringatan kesehatan bergambar. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau yang bertujuan untuk pengendalian konsumsi produk tembakau, bukan pelarangan. Untuk melaksanakan program tersebut, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Permenkes nomor 28 tahun 2013 tentang pencantuman peringatan kesehatan dan informasi kesehatan dalam kemasan produk tembakau yang diberlakukan sejak tanggal 24 Juni 2014.
Dengan mempertimbangkan hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang persepsi label peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pengetahuan, dan pekerjaan dan faktor lingkungan seperti teman sebaya, orang tua dan media (iklan rokok) terhadap perilaku merokok.
Metode
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh persepsi label peringatan kesehatan bergambar (Pictorial Health Warning) pada kemasan oleh perokok dewasa yang mengkonsumsi tembakau (rokok) di Wilayah Jakarta Selatan Tahun 2015. Teknik pengumpulan data dilakukan secara langsung yang di peroleh dari subjek penelitian atau informan yang memiliki pengalaman sesuai dengan fenomena penelitian yaitu mengkonsumsi rokok dengan penetapan jumlah informan disesuaikan dengan kecukupan data. Pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan April sampai dengan Agustus 2015, peneliti merencanakan proses penelitian kedalam bentuk bagan atau gantt chard yaitu sejak bulan Desember 2014 sampai dengan bulan Agustus 2015.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data primer melalui teknik observasi, wawancara mendalam, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumentasi peraturan dan kebijakan tentang produk rokok. Pengumpulan data dilakukan pada orang dewasa yang merokok dan mantan perokok sebagai informan kunci yang berada di tempat-tempat umum, seperti tempat makan, tempat hiburan dan area kampus di wilayah Jakarta Selatan, sedangkan sebagai informan inti yaitu Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dalam menjawab pertanyaan penelitian digunakan pendekatan teori Health Belief Model atau Model Keyakinan terhadap persepsi label peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) pada kemasan rokok.
Pengumpulan data diperoleh melalui kegiatan observasi terhadap informan dan wawancara yang didahului melalui penjelasan kepada informan, kemudian peneliti memberikan beberapa pertanyaan terkait dengan persepsi label peringatan kesehatan bergambar. Setelah itu, peneliti menyiapkan naskah wawancara (interview script) berisi urutan pertanyaan secara rinci, namun pada pelaksanaannya pertanyaan yang telah tersusun tidak sampaikan secara berurutan, tetapi bisa dilakukan secara acak sesuai dengan perolehan data.
Jenis wawancara yang digunakan yaitu semi berstruktur yang berarti wawancara dimulai dari isu yang dicakup dalam naskah wawancara dengan pertanyaan terbuka (open-ended question). Sedangkan kegiatan observasi dilakukan saat sebelum interaksi peneliti memperhatikan informan sedang merokok yang dilanjutkan dengan memperhatikan bungkus rokok yang dimilikinya pada saat interaksi.
Proses analisis data dilaksanakan sejak data telah diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, kemudian data yang ada dibaca, dipahami dan ditelaah sesuai dengan relevansi atau sesuai kebutuhan penelitian. Langkah selanjutnya peneliti mereduksi data dengan membuat abstraksi, yaitu merangkum dan menyimpan inti proses dan pernyataan informan dalam lingkup permasalahan penelitian. Langkah selanjutnya menyusun hasil analisis dalam satuan-satuan yang dikategorikan berdasarkan fokus penelitian dan mengadakan pemeriksaan keabsahan data dengan cara triangulasi.
Hasil
Perilaku Merokok
Hasil dari observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada perokok diperoleh gambaran bagaimana perilaku informan mengkonsumsi rokok pada saat berinteraksi dengan peneliti, yaitu sebagai berikut :
“kalau hitungan tahun ya,.. tarok lah SMP… mungkin 20 tahun ada..” (IP 01 : 004, 006).
Adapun hasil observasi, informan terlihat sedang mengkonsumsi rokok dan membawa kemasan rokok dengan gambar pesan peringatan kesehatan kanker tenggorokan. Pada saat berinteraksi telah menghabiskan satu batang rokok, bila diperhatikan informan sudah terbiasa menghisap rokok yang ditandai dengan asap yang dihirup sampai dalam dan dikeluarkan melalui mulut dan hidung.
“saya pertama ngerokok itu SMP pak, SMP kelas dua lah sudah mulai mencoba rokok itu pak,…… berapa tahun ya, SMP 15 tahun,.. 20 tahun berarti” (IP 03 : 002, 004)
Jumlah rokok yang dihisap dalam sehari sebanyak 25 batang per hari, yang termasuk ke dalam perokok berat. Hasil observasi tampak beberapa informan sedang menghisap sebatang rokok dan membawa satu bungkus rokok dengan latar gambar peringatan kanker tenggorokan, selama interaksi peneliti memperhatikan informan telah menghabiskan dua batang rokok. Informan tampak sudah terbiasa merokok, terlihat dengan cara menghisap rokok dan mengeluarkan melalui mulut dan hidung.
Persepsi Terhadap Pelabelan
Berikut ini ungkapan informan inti dalam hal ini adalah pihak BPOM dan Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan terkait dengan persepsi pelabelan peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok yaitu sebagai berikut:
“tingkat kemampuan industri itu sangat bervariasi, dari yang sangat besar sekali sampai yang mungkin home industri, jadi dari segi kualitas, tadi kan pengaruh tingkat ketajaman gambar tuh tergantung tingkat IN-BPOM : 001) kualitas kertasnya, tingkat pencetakannya”
“yang banyak pengaruh ya pasti yang tiga gambar ini lah, satu (merokok sebabkan kanker mulut), tiga (rokok sebabkan kanker tenggorokan), lima (merokok sebabkan kanker paru-paru dan bronkitis kronis), jelas siapapun yang melihat, kalau inikan banyak faktanya (dengan menunjuk gambar merokok dekat anak berbahaya bagi mereka) banyak orang tua merokok didepan anaknya, tapi gak ada kan kata-kata merokok dekat anak berbahaya bagi mereka” (IN-BPOM : 039)
Sedangkan informan inti dari Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan terkait dengan tema persepsi pelabelan PHW yang diungkapkan sebagai berikut :
“sebetulnya pihak pusat promkes adalah untuk mengedukasi masyarakat terkait tentang dampak dari konsumsi rokok melalu upaya pencantuman gambar yang sudah ditetapkan dalam permenkes nomor 28” (IN-IP : 006)
“kalau maksud gambar itu kan harus satu makna dengan tulisan yang berada dibawah pesan gambar tersebut” (IN-IP : 013)
Hasil wawancara dengan mantan perokok terkait dengan persepsi peringatan kesehatan bergambar, diperoleh dua orang yang diungkapkan sebagai berikut:
“menurut saya sih gambarnya ada yang mengerikan ada yang biasa saja” (MP 01 : 028)
MP 02 : “ya bagus sih, bagi orang-orang yang ngerokok bisa ngurangin, ya gak semuanya” (032), kalau untuk gambar ini terlalu berlebihan,… ya mungkin ada cuma berapa orang yang kejadian (034), ..gambarnya kok sampai kayak ini”
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua informan menganggap pencantuman gambar tersebut sudah memberikan dampak mengerikan, tetapi satu dari informan menyatakan masih ada gambar yang belum membuat efek jera bagi perokok. Pernyataan tersebut diungkapkan sebagai berikut:
IP 02 : “kalau untuk peringatan saya kira kurang luas yah” (061), “..setengahnya atau bila perlu full” (065)
IP 08 : ya untuk menyadarkan para perokok (040) …supaya meraka berhenti (042) …ya udah lumayan strategis, warnanya udah masuklah, paling ya terlalu seram untuk para perokok (048) …walaupun diseremin lagi tetep gak pengaruh sih, ngaruhnya sih hanya sedikit (077)
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, seluruh informan baik inti maupun kunci menyatakan bahwa pencantuman peringatan kesehatan bergambar telah sesuai dengan tujuan dari pesan peringatan, yaitu memberikan informasi yang sebenar-benarnya tentang dampak mengkonsumsi rokok, persepsi yang ditunjukkan oleh sebagian besar informan perokok maupun informan mantan perokok menyebutkan sebgian besar gambar tampak mengerikan dan menakutkan, tetapi ada sebagian kecil mengungkapkan biasa saja
(MP 01 : 028) “menurut saya sih gambarnya ada yang mengerikan ada yang biasa saja”.
Dari sudut pandang penampilan warna, luas maupun penempatan label tersebut diproyeksikan sangat beragam, dari sebagian besar informan menyatakan bahwa label berupa gambar peringatan sudah terlihat dengan jelas, penempatan gambar tersebut juga dianggap sudah tepat yaitu pada bagian atas kemasan rokok sehingga akan terus terlihat pada saat seseorang ingin merokok terutama pada saat membuka kemasan rokok, tetapi sebagian kecil menganggap desain gambar belum sepenuhnya tepat seperti yang diungkapkan oleh informan perokok sebagai berikut:
“…mungkin gak pas pada tempatnya aja ya masalahnya pas kita mau ngerokok pas kita pegang atasnya dan dibuka itu dah gak terlihat lagi…” (IP 02 : 58)
IP 09 : “menurut saya itu sebenernya, ada efeknya juga sih, tapi kenapa gak semuanya itu gambar yang bener-bener menakutkan, disitu masih ada gambar yang seorang ayah ngerokok dekat anaknya,.. itu seharusnya bisa diganti dengan yang lain, itu bisa menjadi pilihan seorang perokok agar tidak takut merokok” (016) …gambarnya itu melarang bapaknya itu merokok didepan anaknya, karena mengganggu kesehatan anaknya, tapi itu malah gak efektif, malah itu jadi pilihan seorang perokok untuk memilih bungkus itu (020).
Persepsi Ancaman Terhadap Pelabelan
Perokok menyadari benar bahwa tindakan menghisap asap rokok dapat menimbulkan kerusakan pada tubuh, menyebabkan penyakit sampai dengan kematian. Dari hasil pengumpulan data berikut akan peneliti ilustrasikan tentang persepsi kerentanan (susceptibility) yang tercermin pada pernyataan sebagai berikut :
“ya dari gambarnya aja yang serem, kalau kita yang ngalamin mungkin kan ngeri” (IP 02 : 056)
“tiap orang bisa mengalami hal yang seperti ini, yang pada gambar ini bisa, setiap orang mempunyai risiko menjadi bibirnya rusak atau yang lain pada gambar ini..” (IP 05 : 030)
“rasanya sih kalau ngeliat lebelnya itu kayak pengen berenti ngerokok” (IP 07 : 020)
Berdasarkan hasil penelitian persepsi kerentanan terhadap dampak dari konsumsi rokok yang digambarkan dalam pesan kesehatan pada kemasan rokok sebagian besar informan merasa takut dan menganggap pesan yang disampaikan tersebut dapat terjadi pada diri mereka, sedangkan informan lainnya ada yang tidak menyakini akan dampak yang ditampilkan tersebut oleh karena adanya anggapan bahwa penyakit tersebut akibat dari faktor lain, seperti yang diungkapkan oleh informan :
“..kalau mungkin pas daya tahan tubuhnya kurang atau karena kandungan racun yang ada pada rokok itukan bisa menyebabkan itu semua” (050)
“…kalau mulut sama tenggorokan mungkin karena memang pertamanya dah luka…” (IP 02 : 067)
Berikut ungkapan terkait dengan persepsi keparahan (perceived severity) yang disampaikan oleh informan:
“kanker mulut” (038) “..ya ngeri aja ngeliatnya” (040): IP 01
“ya emang kan asep rokok gak baik buat anak kecil… bahaya” (IP 04 : 063)
“pada awal-awalnya sih perngaruh, ya sekitar tiga bulan empat bulan, ngeliat gambar yang mengerikan ini,, ya takut juga sih” (IP 05 : 026) “..karena sudah terbiasa kali yah, jadi yaa saya tidak melihat gambar, tidak menghiraukan gambarnya itu (IP 05 : 012)
Persepsi Harapan Terhadap Pelabelan
Keyakinan seseorang terhadap manfaat yang dirasakan terhadap pencantuman pesan peringatan bergambar menjadikan peningkatan pemahaman tentang bahaya yang mengancam dirinya dan orang lain disekitarnya. Berikut ini pernyataan yang dungkapkan oleh informan terkait dengan persepsi manfaat (perceived benefit) terhadap peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) :
IP 07 : “keinginan sih ada tuk berenti ngerokok” (026) ..ngeliatnya biasanya aja, tapi dalam ati sih pengen berenti ngerokok kalau ngeliat (038)
“ngurangin rokok” (IP 09 : 048)
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian Rosita, dkk (2012) disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara faktor frekuensi merokok dengan keberhasilan berhenti merokok pada mahasiswa FIK UMS. Sedangkan besar nilai OR=5,181 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang frekuensi merokoknya kadang-kadang (3 hari dalam seminggu) memiliki peluang untuk dapat ber hasil berhenti merokok sebesar 5,2 kali lebih mudah dibandingkan dengan yang frekuensi merokoknya sering.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Raka, dkk, (2009), menyimpulkan bahwa keberhasilan seseorang untuk berhenti merokok yaitu penyebab awal merokok, rentang waktu menjadi perokok, dosis rokok yang dihisap, dan kuatnya gejolak yang dialami. Dan bukan merupakan hal yang mudah untuk dapat berhenti merokok meski telah memiliki keinginan. Terutama seorang perokok yang berada pada level merokok yang berat, yakni rentang waktu yang lama dan dosis yang tinggi maka akan dibutuhkan usaha yang lebih keras untuk dapat berhenti merokok.
Di dukung pula dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Wismanto dan Sarwo (2006), dalam a Rosita dkk (2012) menyatakan bahwa lamanya kebiasaan merokok memiliki korelasi positif dan sangat signifikan (r=0,251) dengan perilaku merokok. Semakin lama kebiasaan merokok dilakukan maka semakin kuat perilaku merokoknya. Sehingga seorang perokok akan semakin sulit untuk berhenti merokok.
Minat seseorang untuk merokok ternyata juga dipengaruhi desain kemasan rokok. Bungkus rokok yang menampilkan gambar-gambar "seram" yang menggambarkan dampak dari bahaya merokok diketahui lebih efektif mempengaruhi tingkah laku, frekuensi merokok, bahkan bisa menghentikan seseorang dari kebiasaan merokok dibandingkan dalam bentuk teks, kemasan yang distandarkan saaat ini lebih efektif untuk mengurangi keinginan merokok, terutama individu yang akan mulai merokok. Menurut Kevin, dihilangkannya logo atau merk dalam kemasan sama halnya dengan menghapus alat marketing, sehingga menambah efektivitas dalam memengaruhi perilaku dan mendorong perokok untuk berhenti (Putera, 2014).
Berdasarkan prinsip pembelajaran secara umum, maka prinsip pengulangan, dan kejelasan informasi mengambil peranan penting. Jika seseorang mengonsumsi rerata 12-16 batang per hari dengan selalu mengambil tiap batang dari bungkusnya, maka perokok tersebut akan terpapar sebanyak setidaknya 4.438 kali pada pesan anti rokok yang diletakkan di bungkus rokok. Walaupun perokok tidak memperhatikan secara seksama tiap kali mengambil, ternyata hal ini cukup untuk memasukkan gambar atau peringatan ke dalam alam interlektual dan bawah sadarnya. Kenyataannya, 78% perokok di selandia baru mengaku memperoleh informasi, dan 45% yang termasuk di dalamnya mengaku mengalami peningkatan motivasi untuk berhenti merokok (Lenardi, 2014).
Pesan peringatan kesehatan bergambar yang dicantumkan pada kemasan rokok sangat dirasakan oleh informan, mereka menyadari bahwa dirinya berada pada risiko terkena dampak dari merokok. Penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Aldo, dkk (2014) yang menyatakan bahwa nilai rata-rata (mean) keyakinan responden bahwa merokok dapat menyebabkan penyakit (persepsi keparahan) dan keyakinan bahwa responden maupun perokok lain dapat terkena penyakit akibat merokok (persepsi kerentanan) mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,04 dan 0,1 atau total menyumbang 7,78% dari peningkatan motivasi untuk berhenti merokok keseluruhan responden. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariyati, dkk, yang menyatakan bahwa kerentanan yang dirasa perempuan pekerja seks terhadap IMS merupakan risiko yang harus ditanggung dari suatu pekerjaan, sehingga persepsi kerentanan yang dirasakan tidak mempengaruhi. Secara teori, menurut Notoatmodjo (2007) (dalam Maratush, 2014) bahwa seseorang akan melakukan pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit apabila ia dan keluarganya merasa rentan terhadap penyakit tersebut.
Pesan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar memang terbukti efektif dibandingkan dengan pesan teks (tulisan) dalam mengurangi konsumsi rokok, tentu hal tersebut dibarengi dengan faktor lain seperti keinginan kuat dan kemampuan diri untuk bertindak. Dengan dicantumkannya gambar pada kemasan rokok sebagai informasi mampu meningkatkan kesadaran dan memberikan efek jera dikalangan perokok maupun individu yang akan mulai merokok.
Gambar yang paling efektif yaitu gambar yang memberikan efek kesehatan paling menakutkan secara visual, dari lima versi gambar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, tiga diantaranya seperti kanker mulut, kanker tenggorokan dan kanker paru-paru mampu meningkatkan kengerian dan katakutan, sedangkan dua lainnya tidak menunjukkan hal tersebut.
Pemaparan pesan bergambar secara terus menerus atau tidak diubah secara berkala memungkinkan penurunan efektifitasnya dibandingkan dengan pesan yang diubah secara berkala. Hal tersebut akan menambah perhatian perokok terhadap dampak rokok terhadap kesehatan, karena label dengan gambar lama dari pemerintah ini akan melemah secara perlahan seiring waktu sehingga menjadi tidak efektif, bila perlu pesan yang dicantumkan memperlihatkan dampak terburuk dari merokok.
Perlu kajian ulang dari pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan bersama dengan BPOM dalam penetapan pesan gambar yang baru, luasnya, dan penempatan gambar peringatan pada kemasan rokok dalam waktu yang lebih singkat seperti setiap satu tahun sekali
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh persepsi label peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) pada kemasan rokok terhadap perilaku merokok di Jakarta Selatan tahun 2015, sebagai berikut:
Persepsi informan terhadap pencatuman pesan peringatan kesehatan bergambar berkesan menakutkan dan mengerikan, seluruh partisipan menyadari dan merasakan adanya bahaya kesehatan seperti yang dicantumkan pada kemasan rokok, tetapi belum dapat memotivasi untuk menghentikan kebiasaan merokok, hanya sebagian kecil dari informan yang mengurangi konsumsi rokok.
Kemampuan seluruh informan untuk mengambil keputusan berhenti merokok melalui pemaparan pesan peringatan kesehatan bergambar masih rendah.
Seluruh informan menilai label peringatan kesehatan bergambar sudah efektif, tetapi kemampuan label sebagai pesan peringatan kesehatan belum dapat memberi efek jera dan menghentikan perilaku merokok.
Referensi
Aldo, P.S., dkk. (2014). Pengaruh Peringatan Kesehatan Bergambar Pada Kemasan Rokok Terhadap Motivasi Perokok Untuk Berhenti Merokok. Jurnal Interaksi Online. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/interaksi-online/article/view/5116/4923 diakses pada tanggal 03 Agustus 2015
Badan POM RI. (2013). Ketentuan Baru Pengendalian Konsumsi Rokok. InfoPom-Vol. 14 No. 16 November-Desember 2013.
Fatmawati, Z.A. (2014)